SariAgri - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di pasar spot pada Rabu (14/7) sore melemah 17 poin atau 0,11 persen menjadi Rp14.480 per dolar AS dibandingkan posisi penutupan sebelumnya Rp14.463 per dolar AS.
https://sariagri.id/news/77926/rupiah-rabu-sore-letoy-jadi-rp14282-per-dolar-as Sementara itu, hingga pukul 15.00 WIB, kurs sejumlah mata uang di kawasan Asia juga melemah terhadap dolar AS, kecuali yen Jepang menguat 0,12 persen, dolar Taiwan naik 0,01 persen, dan dolar Singapura stabil. Sedangkan dolar Hong Kong tergerus 0,02 persen, krown Korea anjlok 0,28 persen, peso Filipina melemah 0,61 persen, rupee India terkoreksi 0,13 persen, yuan China melemah 0,09 persen, ringgit Malaysia turun 0,19 persen, dan baht Thailand anjlok 0,11 persen.
Analis pasar uang PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi, mengatakan pelemahan rupiah sudah terjadi sejak pagi setelah dolar menguat akibat data inflasi AS ternyata lebih tinggi dari perkiraan 0,9 persen bulan ke bulan di bulan Juni, dengan harga konsumen naik paling tinggi dalam 13 tahun.
“Fokus investor sekarang beralih ke kesaksian Ketua Federal Reserve AS Jerome Powell di hadapan Kongres. Kesaksian ini sebagai petunjuk kapan bank sentral akan memulai pengurangan aset dan menaikkan suku bunga. Powell sejauh ini bersikeras bahwa inflasi yang lebih tinggi akan menjadi fenomena sementara,” ujar Ibrahim.
Sebelumnya, seorang pejabat senior Gedung Putih mengatakan bahwa tekanan rantai pasokan yang memicu inflasi yang lebih tinggi diperkirakan akan mereda dalam masa depan yang tidak terlalu jauh, tetapi tidak menentukan kapan.
Sementara itu, Reserve Bank of New Zealand mempertahankan suku bunganya tidak berubah pada 0,25 persen sementara pasar mengejutkan dengan mengatakan akan menghentikan program pembelian aset skala besar mulai minggu berikutnya. Bank of Korea dan Bank of Japan juga akan memberikan keputusan masing-masing pada hari Kamis dan Jumat.
Baca Juga: Duh, Rupiah Hari Ini dalam Tekanan, Dipengaruhi Inflasi AS dan Rekor CovidRupiah Selasa Sore Perkasa Jadi Rp14.463 per Dolar AS
Selain kebijakan bank sentral, investor juga mengkhawatirkan kebijakan penguncian (lockdown) di sejumlah negara sebagai antisipasi kian bertambahnya jumlah kasus Covid-19. “Inilah sebab pelaku pasar merespons negatif terhadap rilis pertambahan kasus Covid-19 harian Indonesia yang terus menerus mencetak rekor bahkan hingga menduduki ranking pertama pertambahan kasus Covid-19 global di atas Brazilia dan India,” ujar Ibrahim.
Bahkan, investor sekarang khawatir dengan wacana Indonesia akan melakukan perpanjangan PPKM Mikro Darurat dari Juli-September 2021. Ini pun harus minta bantuan dari luar negeri karena pasokan vaksin yang kurang guna untuk memvaksin masyarakat Indonesia yang jumlahnya begitu banyak.
“JIka PPKM Daruarat diperpanjang dapat memicu sentimen negatif bagi pasar keuangan dalam negeri. Sebab, dengan kasus Covid-19 yang berlarut-larut dan pergerakan masyarakat yang direm mengakibatkan stagnasi konsumsi masyarakat apalagi Investasi membuat ekonomi mati suri yang mengakibatkan roda perekonomian berpotensi untuk macet sehingga pertumbuhan ekonomi berpotensi tergerus,” pungkas Ibrahim.
Video Terkait: